Selasa, 02 September 2008

HUKUM ONANI

yaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : �Ada seseorang yang berkata ; Apabila
seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan
apa hukumnya ?�
Jawaban.
Ini yang disebut oleh sebagian orang �kebiasaan tersembunyi� dan disebut 
pula �jildu �umairah� dan ��istimna� (onani). Jumhur ulama mengharamkannya,
dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta�ala ketika menyebutkan
orang-orang Mu�min dan sifat-sifatnya berfirman.

�Artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas� [Al-Mu�minun : 5-7]

Al-�Adiy artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.

Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak
bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah
melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan
Allah.

Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa
kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu
adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak.
Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya
sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan.

Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di
dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda,
wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena
sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga
betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur�an dan menyalahi apa
yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.

Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya. Dan bagi siapa saja
yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap
dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum
mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu �alaihi
wa sallam.

�Artinya : Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang
mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih
menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang
belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya�
[Muttafaq �Alaih]

Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan : �Barangsiapa yang belum mampu,
maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya�, akan
tetapi beliau mengatakan : �Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya
berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya�

Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam menyebutkan dua
hal, yaitu :

Pertama.
Segera menikah bagi yang mampu.

Kedua.
Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu
menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.

Maka hendaklah anda, wahai pemuda, ber-etika dengan etika agama dan
bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan
nikah syar�i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya
Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.

Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat
pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya.

�Artinya : Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah
Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang
hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga
kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah�
[Diriwayatkan oleh At-Turmudzi, Nasa�i dan Ibnu Majah]


[Fatawa Syaikh Bin Baz, dimutl di dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal
129-130]

Tidak ada komentar: